IKLAN
Nasional

Jaksa Agung Teringat Adagium Romawi, Apalah Artinya Hukum Tanpa Moralitas

117
×

Jaksa Agung Teringat Adagium Romawi, Apalah Artinya Hukum Tanpa Moralitas

Sebarkan artikel ini
ST Burhanudin

PORTAL LUWUK – Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan amanat pada Penutupan sekaligus Pelantikan peserta Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan LXXX (80) Gelombang I Tahun 2023 bertempat di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Selasa 19 September 2023.

Sebagaimana dilansir pusat penerangan hukum, ST Burhanudin mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI beserta segenap jajaran, widyaiswara dan tenaga pengajar.

iklan
scrool untuk membaca berita

Atas upaya dan kerja keras dalam memberikan bimbingan, ilmu pengetahuan, serta pengalamannya kepada para peserta PPPJ. Sehingga dapat melahirkan tunas muda adhyaksa yang siap memberikan pengabdiannya kepada institusi, bangsa dan negara.

Menapaki titik awal perjalanan karir sebagai seorang jaksa, Burhanudin meyakini dan percaya diantara 397 Calon jaksa yang lulus dan dilantik ini akan mempunyai cita-cita yang sama, cita-cita yang luhur untuk dapat memimpin institusi yang kita cintai ini.

“Saya tegaskan pada titik ini, kalian semua memiliki hak dan peluang yang sama untuk dapat memegang tongkat komando kepemimpinan di Kejaksaan,”tegasnya.

Jangan hanya berpatokan pada penguasaan teknis tugas dan fungsi jaksa semata, namun juga harus membentuk karakter sebagai seorang Jaksa yang bertanggungjawab.

Tanggungjawab seorang Jaksa sedemikian luasnya, yakni pertanggungjawaban moral (moral responsibility), keilmuan (science responsibility), hukum (law responsibility), dan sosial (social responsibility) pada setiap tugas dan kewenangan yang dilaksanakan.

Burhanudin menyampaikan, menyandang status jaksa tidak cukup hanya dengan menguasai berbagai elemen elemen kognitif yang berkaitan dengan kecerdasan dan kemampuan berpikir semata.

Baca Juga :  Pergantian Pejabat Baru Jam PIDMIL, ST Burhanudin Lantik Mayjen TNI Wahyoedho Indrajit

Namun harus dapat merefleksikan kemampuan kritis dan mempertajam afektif dalam menimbang baik buruk suatu tindakan, perbuatan dan keputusan yang hendak diambil.

“Saya teringat akan adagium romawi Quid Leges Sine Moribus, yang memiliki makna apalah artinya hukum tanpa adanya moralitas,”tuturnya.

Pentingnya seorang Jaksa untuk tetap menjaga nilai moral tambahnya, dikarenakan penegakan hukum tidak selalu berbicara dalam konteks gramatikal semata. Melainkan ada sudut etis yang harus diperhatikan.

Menurutnya masyarakat tidak lagi mengharapkan penegakan hukum yang hanya benar secara normatif. Namun juga dapat menyentuh perasaan mendasar manusia mengenai apa yang adil dan bermanfaat.

“Itulah pentingnya menyelaraskan antara norma hukum yang begitu kaku dan lugas dengan hati nurani. Tentu selaku penegak hukum dapat menciptakan suatu penegakan hukum yang humanis,”imbuhnya.

Seiring berkembangnya zaman yang sangat dinamis, perubahan dalam penegakan hukum tak dapat terhindarkan, termasuk perubahan dalam modus operandi kejahatan dan tantangan penegakan hukum lainnya.

Bukti nyata tantangan atas perkembangan tersebut seperti diperhadapkan pada berbagai persoalan hukum yang memiliki tingkat kompleksitas tinggi seperti penanganan perkara “Kopi Sianida” Jessica Kumala Wongso.

Tak hanya itu, berbagai kasus korupsi ‘Big Fish’ yang berhasil ditangani dan penyelesaian perkara Yayasan Supersemar senilai Rp4,4 Triliun di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

“Beberapa contoh penanganan fenomenal sebagaimana yang telah saya sebutkan tersebut, sebelumnya menjadi pesan bagi anak-anakku sekalian. Bahwa menjadi seorang jaksa merupakan upaya pembelajaran yang tidak berkesudahan (longlife learning journey),”tekanya.

Baca Juga :  Polda Sulteng Utus 4 Personil Ikut Misi Perdamaian PBB di Afrika Tengah, Ini Tugasnya !

Ia berpesan agar jangan pernah lelah dan jemu untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan sense of crisis dalam menangani suatu permasalahan.

“Tolong saudara sekalian catat dan buktikan kata-kata saya. Apabila saudara sekalian dapat beradaptasi dan dapat memanfaatkan dinamika perkembangan zaman, niscaya akan terbentuk profil seorang jaksa yang selalu ditunggu, diperlukan, diinginkan, dan diperhitungkan keberadaannya oleh banyak pihak,”tuturnya.

Bagi Burhanudin, jaksa sebagai penuntut umum tak terlepas dari suatu pemahaman pada prinsip Institusi. Bahwa kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan (Asas een en ondeelbarheids) yang menjadi landasan bagi kita semua dalam melaksanakan tugas dan kewenangan.

Satu dan tak terpisahkan dimaksudkan untuk memelihara kesatuan kebijakan penuntutan yang mencitrakan adanya kesatuan tata pikir, tata laku dan tata kerja.

“Apabila saudara sekalian mampu menyatupadukan ketiga hal tersebut secara simultan, niscaya akan tercipta keseragaman pola pikir, kapasitas serta kualitas yang baik untuk mewujudkan penegakan hukum yang paripurna. Saya berharap keseragaman tersebut akan menjadi bukti bahwa een en ondeelbaar bukan hanya menjadi suatu prinsip semu, namun benar-benar diwujudkan oleh PPPJ Angkatan 80 Gelombang I,”harapnya.

Ia juga menyinggung pentingnya menumbuhkan jiwa korsa sesama jaksa. Jiwa Korsa dapat tumbuh seiring terjaganya kebersamaan.

“Ingat, jiwa Korsa dapat diibaratkan seperti layar pada sebuah perahu, karena ia digerakkan bersama-sama untuk menentukan dimana kalian akan berlabuh,”tandasnya.*